Air adalah elemen yang sangat penting bagi kehidupan. Komponen ini sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, baik tumbuhan, hewan, dan manusia. Bisa dibayangkan bagaimana jika ketersediaan air bersih sudah minim, tentu akan mempengaruhi banyak hal, mulai dari kebutuhan sehari-hari, kesehatan, hingga stabilitas ekosistem lingkungan.
Di Indonesia, permasalahan air adalah pembahasan yang sudah lama melegenda. Semenjak dahulu, bangsa ini sudah dihadapkan dengan berbagai keadaan yang berhubungan dengan ketersediaan air. Mulai dari kekeringan yang dirasakan petani akibat minimnya sumber air dan jaringan irigasi, juga masalah ketersediaan air bersih di daerah perkotaan beserta pengelolaan sanitasi dan drainase.
Menurut Wikipedia, sekitar 1,1 milyar manusia hidup dalam lingkungan yang krisis air. Krisis air atau “stres air” sedang meningkat di negara-negara seperti China, India, dan Afrika. Kawasan yang paling parah mengalami stres air adalah Timur Tengah dengan rata-rata suplai air 1200 meter kubik per orang per tahun.
Bagaimana dengan kondisi di Indonesia?
Seperti yang dilansir oleh Viva.com , Rektor Univesitas Parahyangan, Robertus Wahyudi, menyebutkan bahwa 60% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa. Dengan demikian, ketahanan air menjadi defisit dengan perhitungan ketersediaan air 38.569 juta meter kubik/tahun. Sedangkan, kebutuhan air tahun 2015 mencapai 164.672 juta meter kubik/tahun sehingga defisit 134.103 juta meter kubik/tahun. Begitu pula di Sulawesi, Bali, dan mayoritas wilayah Indonesia yang mengalami defisit ketersediaan air.
Indonesia adalah negara dengan iklim tropis dan termasuk sebagai wilayah yang paling basah di Asia. Namun, bukan berarti tanpa kasus stres air. Kelangkaan air terjadi karena perubahan iklim dan jumlah penduduk yang semakin padat. Kebiasaan masyarakat membuang sampah di sungai adalah perilaku yang paling berperan dalam pencemaran lingkungan. Di Jakarta misalnya, sampah yang ada di sungai dalam sehari mencapai 768 meter kubik, atau setara dengan 192 truk Fuso.
Budaya membuang sampah di sungai juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Penggundulan hutan juga bagian dari peran dalam kekeringan. Kawasan hutan adalah daerah tangkapan air. Ketika hutan ditebangi tanpa perhitungan yang tepat akan menghasilkan kerusakan lingkungan ekosistem dan kerusakan sumber air.
Pada 2015 yang lalu, kasus penggundulan dan pembakaran hutan di wilayah Kalimantan dan Sumatera marak terjadi. Hal ini tentu berimbas pada lahan kritis di Indonesia yang semakin bertambah. Secara berangsuran, sumber air yang ada juga mengalami penyusutan.
Solusi yang dapat dilakukan untuk menjaga ketersediaan air adalah dengan membangun infrastruktur berupa waduk dan jaringan irigasi. Waduk atau bendungan antara lain berfungsi untuk menyimpan cadangan air, mencegah banjir, menyediakan irigasi, menjadi tempat wisata dan olahraga air, untuk pembangkit listrik, tempat budidaya perikanan dan konservasi alam, serta transportasi wilayah pedalaman
Waduk terbesar di Indonesia adalah waduk Jatiluhur di Jawa Barat. Potensi air waduk ini sebesar 12,9 milyar meter kubik/tahun dengan luas danau 8.300 Ha. Waduk ini juga menyumbang pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang 187 MW. Selain itu, Waduk Jatiluhur mengaliri air irigasi untuk 242.000 Ha sawah. Data dari Kemen PU menyebutkan bahwa jumlah waduk di Indonesia saat ini hanya 323 waduk. Jika dibandingkan dengan Malaysia, jumlah waduk Indonesia hanya sepertiganya saja. Persediaan air Indonesia sekitar 53 meter kubik/kapita, sedangkan China, mempunyai 1000 meter kubik/kapita atau dua puluh kali persediaan Indonesia.
Bappenas melansir data proyek infrastruktur Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang akan dibangun selama 5 tahun untuk bidang waduk, irigasi, serta penyediaan air bersih adalah :
- Pembangunan 49 waduk baru dan 33 PLTA
- Pembangunan atau penigkatan jaringan irigasi 1 juta Ha
- Rehabilitasi 3 juta Ha jaringan Irigasi
- Pembangunan SPAM (Sistem Penyediaan Air Bersih) di perkotaan 13,4 juta sambungan rumah (167.680 liter/detik)
- Pembangunan SPAM di pedesaan 5,4 juta sambungan rumah (10.647 desa)
Dari 49 waduk yang direncanakan , 13 waduk sudah mulai dibangun pada tahun 2015. Dengan kapasitas 894,2 juta meter kubik, waduk-waduk ini bisa mengairi 63.471 Ha dan membangkitkan listrik 28 MW. (sumber: bagikanlahinfo.com)
Dengan aset waduk yang kita punyai sekarang dan yang akan dibangun, sepertinya dampak positif bakal dirasakan bagi sumber daya air negara kita. Namun, perlu pula kesadaran pikir dan sikap dari semua pihak. Mengingat lahan pertanian kita mayoritas masih menggantungkan air hujan untuk mengairi sawahnya. Para pengusaha pabrik hendaknya juga semakin peduli terhadap limbah pabrik yang dibuang ke sungai. Tidak ada lagi hutan dengan mudahnya dibakar agar alih fungsi menjadi perkebunan sawit. Budaya membuang sampah ke sungai harus kita buang jauh-jauh.
Apabila kesadaran sudah terbentuk, koordinasi akan menjadi lebih mudah dan tidak menutup kemungkinan keberhasilan proyek tersebut. Masalah air ini adalah tanggung jawab bersama, perlu adanya rasa cinta untuk memupuk lingkungan agar anak cucu kita nantinya tidak terlalu menderita karena air. Karena seyogyanya alam yang kita miliki hari ini bukanlah warisan nenek moyang, melainkan titipan anak cucu kita.