Konsumen Rokok 62,4 Juta Jiwa Hidupi Pekerja 600 Ribu
SIAPA sangka rokok yang menjadi barang awam itu kini akan diundangkan. Berbagai regulasi baru terkait penjualan rokok akan diatur melalui undang-undang tersebut. Sebab, undang-undang tersebut dikaitkan dengan banyak aspek. Ada kesehatan, perlindungan anak, perlindungan konsumen, ekonomi, tenaga kerja dan industri. Berikut ini data dan fakta sehubungan dengan berbagai aspek tersebut.
Secara medis, asap rokok mengandung 43karsinogen dengan kandungan 4 ribu bahan kimia dalam setiap batangnya. Menurut sebuah sumber, pada 2008, Indonesia menempati peringkat tiga dunia jumlah perokok terbanyak yang mencapai 62,4 juta perokok. Jika tidak ada upaya preventif, pada 2025 diproyeksikan perokok dunia akan tembus 1,6 milyar jiwa. Upaya preventif sebenarnya sudah dilakukan dengan gencar. Namun, para penikmat rokok bukannya malah ngeri dan kapok, tapi laju pertambahan perokok malah bertambah. Pemerintah dituding tidak bekerja maksimal untuk melakukan upaya pencegahan.
Berkaitan dengan aspek perlindungan anak, ASEAN Tobacco Control Report Card (ASEAN TCRC) merilis data separo perokok aktif Indonesia merupakan generasi muda dan tergolong usia produktif. Beberapa diantaranya bahkan masih anak-anak yang berusia 5-9 tahun. Sayang, ASEAN TCRC tidak menyebut jumlah perokok usia 5-9 tahun. Aspek perlindungan anak akan dikedepankan karena pemerintah saat ini tidak mempunyai aturan khusus tentang perlindungan anak.
Lain lagi dengan aspek perlindungan konsumen. Undang-undang ini akan dirancang salah satunya untuk melindungi perokok. Undang-undang ini nanti mewajibkan para pelaku usaha sebagai salah satu elemen penikmat keuntungan untuk menyisihkan keuntungan demi upaya rehabilitasi dan program sosial.
Fakta mengejutkan soal rokok ditampilkan melalui aspek ekonomi. Data BPS 2009 menyebut produsen rokok Indonesia berjumlah 4793. Namun, pangsa pasar lebih dari 60 juta perokok di Indonesia hanya dikuasai tidak lebih dari lima perusahaan. Sementara, bila rokok dilarang bahkan diharamkan, keresahan sosial akan melingkupi 60 juta perokok aktif tersebut. Kenaikan harga rokok sampai level tertentu sekalipun tidak diikuti dengan penurunan konsumsi rokok. Rokok sendiri tidak bisa disubstitusi dengan komoditas lain, bahkan rokok herbal sekalipun. (selengkapnya lihat grafis).
Data fantastis dan bergeliatnya industri rokok juga tampak melalui aspek tenaga kerja. Kadin pada 2008 merilis jumlah tenaga kerja terserap oleh pabrik rokok nasional mencapai 600 ribu orang. Jumlah itu terbagi menjadi 304,9 ribu orang di sektor industri rokok kelas menengah dan kelas atas dengan jaminan pendapatan dan kesejahteraan yang menjanjikan. Sementara, 185,8 ribu orang bekerja di sektor industri rokok kecil. Sisanya, sekitar 79,3 ribu orang bekerja pada industri rokok rumahan.
Belum lagi soal aspek industri dalam kaitannya dengan pertambahan perusahaan rokok baru. Pada 2001, pertambahan industri rokok masih sebatas 810 buah. Namun, pada 2008 terjadi pertambahan secara akumulatif sebanyak 1483 perusahaan. Jika dirata-rata, per tahun ada 100 investor yang membikin usaha perusahaan rokok baru. Hal itu dilakukan untuk menggenjot produksi rokok tahunan sesuai dengan permintaan pasar. Pada 2005, produksi rokok Indonesia mencapai 220,1 miliar batang. Pada 2009, produksi rokok mencapai 240,4 miliar batang. Toh, rokok sebanyak itu tidak ada yang tidak dihisap. Semuanya laku di pasaran bak jajanan laris manis. Kalaupun rokok itu dimusnahkan, pengusaha rokok tidak pernah rugi berbisnis rokok. (*)
Leave a Reply