Beberapa waktu yang lalu, Bojonegoro tengah menghelat Festival HAM 2016 dengan tema “Merayakan Praktik Pancasila di Tingkat Lokal”. Acara yang dilaksanakan oleh INFID NGO yang bergerak di wilayah kemanusiaan dan HAM ini bekerjasama dengan Pemkab Bojonegoro.
Latar belakang terselenggaranya acara Festival HAM salah satunya merupakan wujud dari prestasi yang ditoreh Pemkab Bojonegoro. Sebagai kabupaten ramah HAM artinya dalam hal ini Kabupaten Bojonegoro mampu menjaga kondisi kerukunan di atas perbedaan yang ada. Apalagi pada tahun 2015, Bojonegoro menerima penghargaan peringkat 3 Goverment Indonesia terkait pengelolaan open goverment.
Oleh karena itu, sebagai catatan, seorang putra daerah yang melihat dari luar ranah kekuasaan eksekutif, ada kebanggan yang tertanam dengan acara yang sudah berlangsung tersebut. Masyarakat Indonesia mengetahui ada sebuah kabupaten kecil bernama Bojonegoro yang berada di Jawa Timur Indonesia. Tidak main-main akan hal prestasi keterbukaan publik informasi kepada masyarakat dengan bukti kegiatan rutin dialog diskusi bareng setiap jumat tentang berbagai permasalahan yang sedang dihadapi warga. Selain itu juga pembangunan fasilitas ruang publik yang sedang dikebut pengerjaannya.
Ini merupakan perbaikan yang mendukung secara signifikan dari sisi pembangunan. Juga tentang wisata yang mulai dipromosikan oleh Pemkab kepada wisatawan lokal atau juga di luar Kabupaten Bojonegoro. Selain menarik para investor juga memberikan lapangan pekerjaan untuk warga sekitar.
Namun, ada hal yang lebih menarik dari segudang prestasi tersebut, yaitu tentang bencana alam. Kabupaten yang menjadi langganan terkena banjir tiap akhir tahun. Alam tidak bisa ditawar dengan apapun, ketika alam itu dirusak maka akan ada balasannya. Ini terkait juga berbagai pembangunan yang sedang dilakukan oleh pemkab dengan catatan banyak lahan hijau yang sedikit demi sedikit mulai berkurang akibat berbagai pembangunan mulai dari gedung berbentuk hotel, gedung baru legislatif, supermarket, dan lain-lain. Ini mungkin salah satu sebab sering terjadi banjir tiap akhir tahun.
Yang paling membuat khawatir adalah terjadinya urbanisasi masyarakat dari desa ke kota dengan sebab sudah tidak mempunyai tabungan salah satunya lahan hijau. Belajar dari Kota Malang yang terkenal sebagai kota pendidikan juga terkenal Malang Ijo Royo-Royo, banyak lahan hijau sekarang berubah menjadi gedung-gedung besar, rumah, dan kos-kosan.
Penghuni Kota Malang sudah banyak bukan orang asli Kota Malang. Mungkin Kabupaten Bojonegoro mampu menjaga pola pembangunannya agar masyarakat asli tidak tergerus ditandai dengan banyak orang luar yang mengadu nasib mengais ekonomi demi keberlanjutan yang lebih baik. Serta masyarakat lokal yang menghilang karena sudah tidak mempunyai tanah kepemilikan.
Sumber gambar: http://1.bp.blogspot.com/-OSTe0EP2fjo/VnECea0DCUI/AAAAAAAAF80/97q__upKZbo/s1600/bojonegoro.jpg
Leave a Reply