Ada satu jenis tradisi yang terus menerus dilanjutkan oleh generasi masyarakat Jawa, yakni slametan. Nah, salah satu jenis slametan itu adalah Unggahan Idulfitri.
Sebut saja namanya mbah Wid. Beliau adalah pemuka agama dan mudin di desa paling barat kabupaten Malang. Setelah sholat terawih selesai di malam Romadlon ke-27 itu beliau mengumumkan sesuatu yang penting untuk pelaksanaan Unggahan. Dengan bahasa Jawa krama inggil beliau menyampaikan pengumuman itu. “Bapak-bapak, Ibu-ibu, Insya Alloh Unggahan kita laksanakan besok. Jadi diharapkan bapak-bapak, ibu-ibu Jamaah Sholat Terawih besok membawa takir yang selanjutnya kita baca tahlil dan kirim do’a untuk leluhur bersama setelah sholat terawih, sekaligus khataman Al Qur’an”.
Takir adalah makanan siap saji yang akan dibawa jamaah. Besoknya pun jamaah yang hadir di masjid lebih banyak. Mereka tidak hanya berharap pahala sholat terawih, tetapi juga tahlilan bersama guna kirim doa untuk leluhur secara bersama-sama. Slametan ini sekaligus sebagai tanda khatamnya darusan Al Qur’an, baik dari darusan kaum bapak-bapak, ibu-ibu maupun anak-anak. Semua ditutup secara formal pada kegiatan slametan ini.
Lain ladang lain belalang. Di lain daerah, slametan ini dilaksanakan secara personal keluarga. Setiap keluarga biasanya mengeluarkan sodaqoh makanan siap saji sebagai tanda akan berakhirnya bulan Romadlon. Shodaqoh biasa dilakukan dengan mengantar makanan pada tetangga, atau mengundang tetangga untuk kirim do’a dan buka bersama di rumahnya. Ada juga yang melaksanakan kegiatan salmetan Unggahan Idul Fitri ini tidak pada bulan Romadlonnya, akan tetapi tepat setelah sholat Idul Fitri selesai. Makanan siap saji dibawa oleh sebagian jama’ah yang kemudian dibacakan tahlil dan kirim do’a untuk leluhur usai sholat id. Setelah itu baru para jama’ah makan bersama.
Bagaimanapun bentuk kegiatan slametan itu, yang jelas mereka ngalap berkah dengan bermunajat dan berdo’a kepada Alloh SWT, meminta ampunan dosa-dosa leluhur mereka, utamanya orang-orang tua mereka. Sedangkan makanan mereka keluarkan sebagai shodaqoh kepada para tetangga sebagai bentuk kerukunan dalam ikatan keluarga yang lebih besar.
Robert Iden says
PERTAMAX..
betapa budaya kita ini muacem2 jenisnya.. hehehe di tapal kuda (khusunya jember) kok ga pernah denger ya….