Judul: Menuju Partai Advokasi
Penulis: Koirudin
Pengantar: A Muhaimin Iskandar
Penerbit: Pustaka Tokoh Bangsa, LKiS Yogyakarta
Tahun: 2005
Tebal: 298
ISBN: 9798451929
Francis Fukuyama, menulis sebuah artikel yang kemudian dikembangkannya menjadi sebuah buku yang berjudul “The End of History and the Last Man Standing” (1992) yang menjadi sangat terkenal dan menarik perhatian berbagai kalangan di seluruh dunia.
Pada intinya Fukuyama berpendapat bahwa bentuk akhir dan paling sempurna dari sistem politik dunia adalah demokrasi-liberal dan di bidang ekonomi adalah kapitalisme atau liberalisme. Dewasa ini memang seluruh dunia belum menganut demokrasi liberal atau kapitalisme, tetapi sedang terjadi proses menuju ke arah sana, yang dimulai antara lain dengan runtuhnya rezim-rezim otoriter.
Nampaknya pernyataan Fukuyama tentang demokrasi kian menjadi kenyataan. Demokrasi di permulaan abad milenium ini telah menyeruak di seluruh sudut dunia. Bahkan, demokrasi juga mengalir deras memasuki daratan Arab yang selama ini dikenal sebagai wilayah monarkhi. Walaupun dalam melihat proses demokrasi di daratan Arab harus diberikan catatan-catatan khusus, seiring dengan gempuran Amerika Serikat terhadap Afghanistan dan Irak, dengan menggunakan baju demokrasi.
Bagaimana partai politik menghadapi situasi demikian?
Partai Advokasi
Berawal dari gagasan yang dilontarkan oleh Gus Dur bahwa jika PKB ingin menjadi partai politik yang berpengaruh atau berkedudukan penting dalam kehidupan kepartaian di Indonesia maka PKB harus memacu dirinya untuk berkiprah bagi masyarakat luas atau melakukan advokasi.
Ide sekaligus warning bagi PKB ini disampaikan oleh Gus Dur dalam Workshop dan Training Advokasi Hukum dan HAM dalam Rangka Mewujudkan supremasi Hukum, oleh Lakum HAM DPP PKB di Jakarta pada tanggal 14 September 2004. Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari seluruh DPC dan DPW PKB se-Indonesia.
Menurut penulis buku ini, ungkapan Gus Dur tersebut di atas adalah ajakan untuk melakukan refleksi terhadap kesejarahan PKB, sekaligus “menantang” segenap pengurus PKB di semua tingkatan untuk melakukan penajaman orientasi kepartaian. Tentunya, ajakan Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syura PKB ini harus dilaksanakan sekuat-kuatnya demi perbaikan PKB di masa depan.
Sebagaimana diketahui bahwa PKB lahir dari rahim NU, sebuah organisasi masyarakat-keagamaan yang merupakan organisasi umat Islam terbesar di dunia. Maka, jika ingin merefleksikan kesejarahan PKB, tentunya harus menyertakan pula kesejarahan dengan segala gegap gempita dan suka duka yang dialami NU. Sebab, PKB tidak akan pernah bisa dilepaskan dari NU, entah dengan bentuk hubungan apapun yang hendak dipilih nantinya.
Dalam 7 tahun perjalanannya mengawal demokratisasi di Indonesia, PKB telah mewarnai pentas politik bangsa ini dengan langgam moral dan aksi-aksi khas Islam Tradisionalis yang berwawasan kebangsaan, sesuatu yang juga menjadi ciri gerakan NU selama ini.
Sebagai prinsipnya, PKB berusaha mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan yang bersumber pada hati nurani (as-shidqu), dapat dipercaya, setia dan tepat janji serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi (al-amanah wa al-wafa-u bi al-ahdli), bersikap dan bertindak adil dalam segala situasi (al-‘adalah), tolong menolong dalam kebajikan (al-ta’awun) dan konsisten menjalankan ketentuan yang telah disepakati bersama (al-istiqomah) musyawarah dalam menyelesaikan persoalan sosial (al-syuro) yang menempatkan demokrasi sebagai pilar utamanya dan persamaan kedudukan setiap warga negara di depan hukum (al-musawa).
Buku ini berusaha sedapatnya untuk merekam apa saja yang telah –dan juga, apa yang tidak– PKB lakukan, serta beberapa pendapat penulis mengenai bentuk pandangan serta aksi PKB di masa-masa mendatang. Harapannya fokus garapan yang hendak dilakukan oleh PKB ke depan –berdasarkan gagasan utama yang disampaikan oleh Gus Dur sebagaimana penulis sampaikan di muka pengantar ini– yakni kesediaan untuk membaur dan berjuang bersama rakyat merupakan pekerjaan mulia yang teramat berat.
Leave a Reply