Ada satu hal yang membuat kelakian sebagai penulis merasa gemas, menulis tentang Hari Valentine. Mengapa demikian? Sebab saya adalah orang yang apatis terhadap Hari Valentine sejak dalam kandungan, meski saya tidak menutup kemungkinan untuk berpartisipasi aktif di masa depan. Oleh karena itu, selain dipaksa oleh pimpinan redaksi Avepress, saya menulis tema ini juga untuk media pembelajaran. Satu hal penting sebelum beranjak jauh, khusus tulisan yang satu ini, jangan pernah dipikir serius!
Mencari ide untuk menulis tentang Hari Valentine ibarat mencari jarum dalam jerami, lebih sulit daripada menulis serial isu politik. Pertama, saya harus terlebih dulu mencari narasumber ahli, pelaku, haters, dan banyak referensi pustaka tentang Valentine. Selanjutnya, membuat dua gelas kopi hitam pahit pada saat mulai menuliskannya. Terakhir, menguji eviden berkali-kali yang juga berarti menulis kemudian menghapus beberapa paragraf secara berulang. Kerumitan ini nampaknya hanya terjadi kepada saya. Ketika saya lihat sekeliling, beberapa tangan dan tuts keyboard para penulis lain beradu lebih cepat dan lugas.
Menurut beberapa narasumber, Valentine identik dengan hari kasih sayang terhadap orang lain, bisa pacar-gebetan-atau juga mantan. Melanjutkan argumentasi tersebut, salah seorang narasumber (sebut saja MasBen), mengatakan bahwa ungkapan kasih sayang dalam Valentine biasanya di simbolkan melalui bunga atau cokelat. Lantas bagaimana dengan para kekasih yang tidak suka cokelat? Narasumber lain bernama M. Sid (yang kekasihnya tidak suka cokelat) menyatakan memilih barang-barang seperti jam tangan atau pakaian dan bunga sebagai hadiah. Lalu, bagaimana awal mulanya Hari Valentine sehingga identik dengan pemberian hadiah macam cokelat dan bunga?
Perjalanan Valentine
Setelah saya mencoba berselancar melalui referensi pustaka, ada fakta menarik tentang Hari Valentine. Mari bahas fakta demi fakta secara perlahan biar seolah tulisan saya ini sistematis.
Setelah membaca beberapa temuan tentang sejarah Hari Valentine, ternyata sejarah valentine masih menuai perdebatan. Salah satu sejarah yang membuat tercengang adalah kisah menyedihkan seorang bernama St. Valentine atau Valentinus yang bekerja sebagai imam atau uskup di daerah dekat Roma, Italia. Berdasarkan artikel Isnaeni di Historia, St. Valentine dihukum mati oleh Kaisar Claudius II akibat menentang kebijakan gereja tentang pernikahan muda.
Kisah ini juga ditegaskan dalam artikel history.com. Dalam artikel tersebut dilanjutkan bahwa St. Valentine membantu pernikahan pecinta muda secara rahasia. St. Valentine melawan karena ia sadar bahwa kebijakan Claudius tidak adil. Sebelumnya, Claudius menerapkan kebijakan tersebut didasari atas kebutuhan perang terhadap pasukan lelaki muda yang belum beristri. Sejarah ini kemudian melegenda dan menjadi satu sejarah menarik seputar Hari Valentine. Meskipun beberapa sejarah menyajikan kisah yang berbeda seputar sosok Valentine dan Hari Valentine.
Meski terdapat berbagai perbedaan, beberapa sumber sejarah juga menyatakan kesamaan mengenai Hari Valentine. Mereka mengungkapkan bahwa sejak lama februari merupakan bulan yang penuh sejarah kasih sayang. Seperti dalam legenda Athena Kuno yang mengisahkan pertengahan januari hingga februari sebagai waktu persembahan untuk pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.
Setelah membaca semua refrensi sejarah Hari Valentine, saya justru semakin heran. Tidak ada hubungan antara cokelat dengan peristiwa awal kelahiran Hari Valentine. Pemberian cokelat ternyata secara masif dimulai sejak jaman sekarang, begitupun perlambangan warna pink, dan bunga.
Cokelat, Bunga, dan Warna Pink
Kakak Rendra sebagai narasumber yang mengaku berpengalaman tentang cinta kesulitan menjawab ketika saya menanyakan kenapa ia menggunakan cokelat sebagai rasa ungkapan kasih sayang. Kenapa tidak menggunakan gorengan atau kacang? Dengan terpaksa ia mengakui perbuatannya itu ikut-ikutan teman. Begitupun dengan nasib pemberian bunga sebagai simbol rasa cinta. Saya semakin heran dengan pink yang digunakan sebagai warna Valentine. Ternyata para narasumber juga tidak dapat menjawab mengenai hal ini.
Lalu siapakah yang memulai? Saya melacak hal ini berkaitan dengan industri besar cokelat, bunga, dan cafe. Ramainya cokelat, bunga, dan pink bagi saya telah menggeser makna orisinil dari kasih sayang dalam valentine itu sendiri. Dalam pandangan saya yang masih dangkal ini, kasih sayang tidak dapat disimbolkan dengan benda, apalagi cokelat. Sebenarnya ia adalah pengertian tentang kesetiaan yang tidak berbatas waktu. Selamat berkasih sayang!